Monday, December 22, 2014

TIGA TOKOH PEMBAHARU ISLAM DI INDONESIA



BAB I
Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah
Pada mulanya gerakan pembaharuan yang dilakukan “muslim modernis timbul akibat pengaruh gerakan kebangkitan Islam Ibnu Taimiyah (1263-1328) yang menyebut gerakannya dengan nama “Muhyi Ats-tsarissalaf” membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama. Yang dimaksud ajaran lama disini adalah ajaran para sahabat rasul dan tabiin; serta ajaran Ibnu Hambal yang senantiasa mempraktikan ijtihad dan sangat anti kemusyrikan.
            Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 ditandai dengan munculnya organisasi kelompok modernis Islam, di antaranya, Muhamadiyyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, NU yang didirikan oleh K.H HAsyim Asy’ari dan Persis yang didirikan oleh Ahmad Hassan.
            Para pembaharu Islam tersebut telah berhasil menyebarkan ilmunya ke setiap penjuru nusantara. Mereka menyebarkannya dengan cara yang berbeda-beda. Dengan metode-metode yang mampu diterima oleh masyrakat pada masa itu. Meskipun metode yang digunakan hampir sama, namun mereka mempunyai kekhasan tersendiri.
            Untuk itu kelompok kami ingin memaparkan metode dan media yang mampu membuat dakwah mereka tetap bertahan hingga saat ini.

I.2. Rumusan Masalah
1.      Siapakah KH. Hasyim Asy’ari?
2.      Bagaimana dan apa metode dan media dakwah yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari?
3.      Siapakah KH. Ahmad Dahlan?
4.      Bagaimana dan apa metode dan media dakwah yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan?
5.      Siapakah Ahmad Hassan?
6.      Bagaimana dan apa metode dan media dakwah yang dilakukan oleh Ahmad Hassan?
I.3. Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui sosok Hasyim Asy’ari
2.      Untuk mengetahui metode dan media dakwah yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari
3.      Untuk mengetahui sosok KH. Ahmad dahlan
4.      Untuk mengetahui metode dan media dakwah yang dilakukan oleh KH. Ahmad dahlan
5.      Untuk mengetahui sosok Ahmad Hassan
6.      Untuk mengetahui metode dan media dakwah yang dilakukan oleh










  

  
BAB II
Pembahasan
(Tiga tokoh pembaharu Islam di Indonesia)

·         Biografi KH. Hasyim Asy’ari
                                       
            KH. Hasyim Asy’ari atau nama lengkapnya Muhammad Hasyim, lahir di desa Gedang Jombang pada 24 Zulkaidah 1287 H/14 Februari 1871, dan wafat di Jombang pada Juli 1947. KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kyai, karena kakek buyutnya adalah Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, sedangkan kakeknya Kyai Usman adalah kyai terkenal pendiri pondok pesantren Gedang, sedangkan ayahnya Asy’ari adalah pengasuh pondok pesantren Keras di Jombang. Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis ibu, Halimah, Hasyim masih terhitung keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir alias Sultan Pajang, raja Pajang[1]. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.
            Dari silsilah ini maka dapat dilihat bahwa KH. Hasyim Asy’ari lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Bahkan padausia 13 tahun ia sudah menguasai kitab-kitab Islam klasik dandiangkat menjadi badal (asisten pengajar) di pondok pesantren ayahnya. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari mulai mengembara keberbagai pesantren di pulau Jawa untuk memperdalam ilmu agama, seperti di Pesantren Wonocolo Jombang, Pesantren Probolinggo, Pesantren Langitan, Pesantern Tranggilis, dan berguru kepada Kyai Kholil di Bangkalan, Madura.
            Pada 1893, KH. Hasyim Asy’ari berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Syekh Mahfudh At-Tarmisi yang berasal dari Tremas, Jawa Timur. Syekh Mahfudh At-Tarmisi menjadi pengajar di Masjidil Haram dan merupakan ulama ahli hadits di Mekah, beliau adalah murid Syekh Nawawi Al-Bantany yang menjadi murid Syekh Ahmad Khatib SyamBasi (tokoh tasawuf yang berhasil menggabungkan tarikat Qadariah dan tarikat Naqsabandiah).
            Untuk melengkapi pengetahuannya di bidang agama, KH.Hasyim Asy’ari kemudian berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabau. Namun dari sekian banyak gurunya itu, yang paling mempengaruhi jalan pikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah Syekh Mahfudh At-Tarmisi. Dari gurunya inilah dia memperoleh ijazah tarikat Qadariah dan Naqsabandiah. Setelah 7 tahun belajar di Mekah, KH.Hasyim Asy’ari pulang ke Jawa dan mendirikan pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang pada26 Rabiul Awal 1317 H/1899 M. Di pondok pesantren inilah KH.Hasyim Asy’ari mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya yang oleh kalangan NU dikenal dengan “kitab kuning”. Dari pesantren inipula kemudian banyak bermunculan kyai dan ulama terkemuka yang mewarnai pemikiran Islam di Indonesia.

·         Metode dan media Dakwah Hasyim Asy’ari
            Pendidikan
            Setelah mendirikan pondok Pesantren Tebu Ireng, KH. HasyimAsy’ari mewarnai lembaga pendidikannya dengan pandangan dan metodologi tradisional. Ia banyak mengadopsi pendidikan Islam klasik yang lebih mengedepankan aspek-aspek normatif, tradisibelajar-mengajar, dan etika dalam belajar yang dipandangnya telahmengantarkan umat Islam kepada zaman keeemasan. Dalamkaryanya, Adab al-‘Alim wa-Al-Mutta’allim, KH. Hasyim Asy’ari terlihat banyak dipengaruhi oleh tradisi pendidikan Islam klasik danpenulis-penulis klasik seperti Imam al-Ghazali dan Al-Zarnuji. Namun hingga sekarang pesantren dan NU adalah pilar tegaknyaIslam tradsional, serta menjadi basis gerakan NU sejak masaperjuangan melawan penjajah hingga zaman sekarang. Sampai saatini lembaga pendidikan pesantren masih tetap eksis dan survivedengan segala kemajuan pembaharuan, seperti pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyyah, Institut Agama Islam Ibrahimy, PondokPesantren Nurul Jadid, Institut Keislaman Hasyim Asy’ari, Pondok Pesantren Darul Ulum, Akper, dll.
Kurikulum pendidikan di pesantren KH. Hasyim Asy’ari yang memiliki muatan dakwah :
Ø  Pengajian kitab kuning
            Dalam pengajian kitab kuning ini kitab yang dikaji adalah meliputi ; al- Ihya’ al-Ulumuddin karya Imam Ghozali, Mukhtar al-Hadits karya Sayyid Ahmad al-Hasyim, Tafsir Yaasin karya Syaikh Hamami Zadah, Ta’lim al- Muta’alim karya al-Zarnuji, dan Risalah al-Mu’awwanah karya Syarif Abdullah bin Alwi bin Ahmad al-Husaini dan lain-lain. Semua kitab tersebut dikaji secara bergantian setelah masing-masing kitab itu selesai dipelajari (khatam), sedangkan jenis kitab yang dikaji pada kepengurusan periode 2009-2010 adalah kitab at-Tadzhib, kitab Tarikh tasyri’ dan kitab Adab al-‘alim, Mukhtar al-Ahadits dan Tafsir jalalain.

Ø  Kajian ilmiah
            Kajian ilmiah adalah kajian yang dilaksanakan dengan tujuan untuk membangun nalar kritis santri, khususnya terhadap isu-isu kemasyarakatan yang aktual seperti modernisme, postmodernisme dan wacana-wacana lainya. Kajian ilmiah ini dipandu oleh seorang ustadz sebagai moderator guna memimpin sebuah season diskusi. Dengan diskusi yang mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat ini diharapkan para santri punya wawasan luas serta mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pendapat serta responsif pemikiranya terhadap isu-isu kemasyarakatan. Diskusi ini dilaksanakan pada hari Jum'at malam.

Ø  Kajian sastra dan budaya
            Kajian sastra budaya adalah suatu kegiatan yang berbentuk diskusi santai yang mengkaji berbagai keilmuan sastra, seni budaya. Dalam kajian ini terkadang didikuti dengan apresiasi karya sastra, karena di dalamnya mencakup apreseasi berbagai karya sastra, seni dan budaya seperti cerpen, puisi, novel, seni musik, seni lukis, seni kaligrafi, teater ataupun karya seni lainya. Kegiatan ini bertujuan menguatkan dan memunculkan tradisi karya pesantren yang masih cenderung terpendam. Selain itu kegiatan ini berfungsi sebagai media untuk mengapresiasi berbagai karya seni dari para santri. Dalam forum ini juga bertujuan memancing kepekaan imajinasi dan sensifitas rasa dalam menanggapi berbagai fenomena yang muncul. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Sabtu.

Ø  Pendidikan Ketrampilan Tulis-menulis
            Pendidikan ketrampilan tulis menulis dilaksanakan dalam wadah sebuah kegiatan pelatihan kepenulisan yaitu pelatihan yang dilaksanakan untuk mengembangkan potensi para santri di bidang kepenulisan. Dalam kegiatan pelatihan kepenulisan ini ditempuh melalui dua cara, yaitu : pertama, adalah melalui pendekatan kultural, yaitu pembentukan "iklim kepenulisan" dalam kehidupan pesantren, menghidupkan budayamembaca dalam aktivitas sehari-hari dan model pembimbingan bagi para santri dengan cara mendelegasikan santri senior untuk membimbing santri baru dalam pembelajaran tulis-menulis. Kedua, adalah kegiatan kajian ketrampilan tulis-menulis baik tulisan yang dipublikasikan dalam bentuk buku maupun tulisan jurnalistik yang dipublikasikanmelalui media massa maupun media lainya.
            Kegiatan kajian ketrampilan tulis-menulis adalah sub kurikulum yang dispesifikasikan pada pembinaan kompetensi di bidang tulis-menulis. Kegiatan ini bertujuan melatih dan mempertajam daya analisis santri dalam kepenulisan di media massa.
            Kegiatan pengembangan bahasa adalah kegiatan yang bertujuan untuk membekali santri dalam kompetensi kebahasaan. Dalamkegiatan ini bahasa yang dikaji adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Ø  Seni Musik
            Kegiatan seni musik ini dimaksudkan untuk melestarikan kesenian pesantren. Pada mulanya alat musik yang digunakan adalah rebana seperti halnya yang ada di sejumlah pesantren. Seperti di pesantren lain kesenian rebana (hadrah) ini dilakukan guna mengiringi pembacaan sholawat maupun kitab al-Barzanji serta menyanyikan nyanyian-nyanyian Arab khas pesantren. Namun akhirnya lambat laun mengalami perkembangan. Alat musik yang dipakai bukan hanya rebana tetapi juga berbagai alat musik modern seperti gitar dan biola. Kemudian penggunaan alat musik bukan hanya untuk mengiringi pembacaan sholawat  ataupun kitab al-Barzanji, tetapi juga digunakan sebagai pengiring dalam kegiatan sastra seperti pembacaan puisi.

Ø  Ziarah kubur
            Kegiatan ini merupakan wahana mengasaah kepekaan spiritualitas para santri. Kegiatan ziarah ini dilaksanakan secara rutin di sejumlah makam para ulama di Yogyakarta.

·         Biografi KH. Ahmad Dahlan
               
                KH. Ahmad DahlanKyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta 1 Agustus 1868. Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
                 Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
            Ayahnya seorang ulama bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman yakni seorang pejabat khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah puteri dari H. Ibrahim bin K.H. Hasan, seorang pejabat penghulu kesultanan. Dilihat dari garis keturunannya ini maka ia adalah anak orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat.
            Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
            Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
            Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.
            Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.

·         Metode dan media dakwah KH. Ahmad Dahlan
            Metode pemahaman dan pengamalan Islam Ahmad Dahlan adalah
rasional-fungsional. Rasional dalam pengertian menelaah sumber utama ajaran Islam dengan kebebasan ajaran akal dan kejernihan hati nurani, sekaligus membiarkan al Qur’an berbicara tentang dirinya sendiri, dalam artitafsir ayat dengan ayat atau hadist sohih. Fungsional, dalam pengertian kelanjutan dan tuntutan hasil pemahaman tersebut adalah aksi sosial, yaitu melakukan perbaikan masyarakat. Metode inilah yang khas dari ahmad dahlan: pemahaman sekaligus pengamalan, pemikiran sekaligus aksi sosial[2].

Beberapa metode dakwah KH. Ahmad dahlan, diantaranya:

Dakwah Melalui Organisasi Muhammadiyah[3]
            Dalam melaksanakan misi dakwahnya, Kiai Haji Ahmad Dahlan membentuk sebuah organisasi yang bertujuan untuk melatih kaderkadernya agar mengerti bagaimana membentuk sebuah organisasi yang berlandaskan Islam. Dalam hal ini, beliau mengambil dalil dari ayat Al Qur'an surat Ali Imran ayat 104, yakni:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(Q.s. Ali Imran [3]: 104)

            Nilai Kesenian sebagai Metode Dakwah
            Ada ungkapan bahwa hidup dengan seni akan menjadi indah. Seni
dalam konteks dakwah sama dengan film sebagai media dakwah. Dalam film SP, Dahlan tampak memainkan biola dengan piawai.Suatu ketika, suara biola terdengar dari kejauhan dengan lagu Ilir Ilir. Berikut lirik lagunya:
Lir-ilir, lir ilir,
tandure wis semilir,
tak ijo royo-royo
tak senggo temanten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno
Kanggo mbasoh dodotiro
Dodotiro-dodotiro,
Kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono
Kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
yo surako... surak hiyo...
(Bangun, bangunlah (dari tidur)
pohon sudah mulai bersemi
demikian menghijau
bagaikan gairah pengantin baru
anak pengembala, anak pengembala
panjatlah pohon belimbing itu
walau susah tetap panjatlah
berguna untuk mencuci pakaianmu
Pakaian-pakaian yang buruk
disisihkan dan jahitlah
benahilah untuk
menghadap nanti sore,
mumpung terang rembulannya
mumpung banyak waktu luang
mari bersorak-sorak hayo...)
            Dahlan dalam berbagai kesempatan menjadikan biola sebagaisalah satu alat dakwah. Dalam satu kesempatan, ia memainkan biolanya di langgar (musala), lalu datanglah beberapa pemuda yang ingin belajar agama. Setelah tiga santri masuk langgar danmengutarakan niat untuk belajar, Dahlan menyatakan bahwa belajarbersamanya bersifat terbuka dan interaktif, tidak harus monoton
(one way). Ia meminta agar salah seorang dari mereka mengajukanpertanyaan. Bertanyalah salah seorang, “Apakah agama itu, Kiai?”Menariknya, pertanyaan tersebut tidak langsung dijawab denganlisan (oral), melainkan dengan gesekan biola yang dimainkan Dahlan.Beberapa saat kemudian Dahlan berkata kepada salah satu darimereka, apa yang dirasakan setelah mendengar suara biola. Salah
satu dari mereka menjawab, “Semua masalah hilang.” Yang lainmenjawab, “Tenang dan tenteram.” Sangidu mengatakan, “Kayak mimpi.”
“Itulah agama, ia menawarkan keindahan, ketenangan, ketenteraman, kedamaian, seperti musik yang menyelimuti danmengayomi,” sahut Dahlan. Sebaliknya, ketika biola dimainkan salahseorang santri yang karena belum piawai, menjadi tak beraturannadanya. Demikian pula agama, jika tidak dipahami dengan baik, dapat meresahkan masyarakat.

            Pendidikan[4]
            Pada tahun 1909 K.H Ahmad Dahlan masuk Boedi Utomo dengan maksud memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada para anggota-anggotanya. Dengan jalan ini ia berharap akan dapat memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah. Karena, pada waktu itu umumnya anggota-anggota Boedi Utomo bekerja di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan juga kantor-kantor pemerintah, beliaupun memeberikan harapan agar guru-guru sekolah yang diajarkannya itu dapat meneruskan isi pelajarannya kepada murid-muridnya pula.
            Pengajaran yang beliau berikan masih bersifat ekstra kulikuler atau diluar jam resmi pelajaran yaitu yang dilaksanakan pada hari sabtu atau minggu di umahnya sendiri di Kauman seperti Kweekschool (sekolah guru) di jetis setiap hari sabtu dan minngu, serta mengajar siswa OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsch Ambtenareen/ Sekolah Pramong Praja Pribumu) di Magelang.

·         Biografi Ahmad Hassan
            Nama Ahmad Hassan yang sebenarnya adalah Hassan bin Ahmad. Akan tetapi, berdasarkan kelaziman penulisan nama keturunan India di Singapura, yang menuliskan nama orang tua (ayah) didepannya, maka Hassan bin Ahmad lebih dikenal dengan panggilan Ahmad Hassan-untuk selanjutnya disebut dengan A.Hassan.
            Ahmad Hasan dilahirkan di Singapura pada 1887 dari keluarga campuran, ayah berasal dari India dan ibu Indonesia. Ayahnya, adalah seorang penulis, ahli kesusastraan Tamil, dan juga ahli tentang Islam. Dalam bidangnya, ayahnya dapat dipandang relatif produktif. Selain pernah menjadi redaktur Nur-al-Islam, majalah agama dan sastra Tamil, ayahnya telah menulis sejumlah buku dalam bahasa Tamil, dan berhasil menerjemahkan beberapa buah buku dari bahasa Arab. Adapun ibunyaberasal dari keluarga yang sederhana di Surabaya, namun terkenal sangat taat beragama.
            Dalam bidang pendidikan formal, sesungguhnya, Hassan tidak sempat
menamatkan sekolahnya untuk tingkat dasar sekalipun. Pada usia yang terlalu dini, Hassan telah mulai aktif bekerja. Sungguhpun demikian, untuk tetap menjaga kelangsungan belajarnya, ia mengambil pelajaran privat, terutama dalam pelajaran agama dan bahasa Arab. Langkah ini diambilnya, agar kelak ia dapat memperluas pengetahuan agamanya dengan cara selfstudi.
            Sejak usianya yang ke-23, 1910 sampai dengan 1921, berbagai jenis pekerjaan telah dicobanya, mulai dari seorang guru, pedagang tekstil, jurutulis di kantor urusan haji, sampai anggota redaksi majalah Utusan Melayu. Dari berbagai jenis pekerjaan yang sempat dilakukannya itu, agaknya,berwiraswasta dalam bidang pertekstilan lebih menarik bagi dirinya. Hal initerbukti, ketika pada 1921 Hassan pindah ke Surabaya dengan maksud mengambil alih pimpinan sebuah toko tekstil milik pamannya, Haji Abdul Latif. Masa itu di Surabaya sedang berkembang pertentangan paham antarakelompok yang lebih bersemangat modernis dengan kelompok yangcenderung tradisionalis, khususnya dalam persoalan-persoalan fikih.
            Haji Abdul Latif sendiri, pamannya, termasuk kelompok tradisionalis. Oleh karenanya, dapat dipahami mengapa pamannya tidak menyukai pikiran pikiran yang berorientasi Wahabiyah. Bahkan, pamannya cenderung menghalangi Hassan untuk banyak berhubungan dengan mereka, baik yang bersemangat pikiran modernis maupun yang cenderung kepada pikiranpikiran
Wahabiyah. Hassan tidak begitu saja dapat menerima pandangan pamannya. Sesungguhnya pertentangan paham antara kalangan yang kuat memegang tradisi dengan kelompok yang bersemangat modernis telah mulai dikenalnya sejak ia masih di Singapura.
            Beliau berpulang ke rahmatullah pada tanggal 10 November 1958 dalam usia 71 tahun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepadanya[5].

·         Metode dan Media Dakwah Ahmad Hassan
            Sebagai sosok ulama pejuang penegak Alquran dan sunah, Ahmad Hassan memiliki integritas dan pandangan yang kukuh terhadap hukum-hukum yang diyakininya berdasarkan Alquran dan sunah. Ulama besar yang dikenal dengan Ahmad Hassan Bandung (ketika masih bermukim di Bandung) atau Ahmad Hassan Bangil (sejak bermukim di Bangil) telah menorehkan sejarah baru dalam gerakan pemurnian ajaran Islam di Indonesia dengan ketegasan, keberanian, dan kegigihannya menegakkan Alquran dan sunah secara konsekuen[6].
Berikut metode dakwah yang dilakukan oleh Ahmad Hassan:

Debat (mujadalah)
            Debat (mujadalah) adalah metode dakwah dengan cara adu argumen. Debat yang dimaksud disini adalah debat yang baik, adu argumen dan tidak tegang (ngotot) serta tidak sampai terjadi pertengkaran. Dan debat pada dasarnya mencari kemenangan, dalam arti menunjukkan kebenaran dan kehebatan Islam.
            Dalam hal ini beliau mempertahankan pendapatnya dengan menggunakan jalan debat secara terbuka dan tertutup. Terbuka ia lakukan manakala persoalannya sudah menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya dalam menggulirkan gagasan negara Islam. Ia mengajak debat terbuka dengan Soekarno. Dalam pandangannya bahwa debat merupakan bentuk tukar pikiran dan pembahasan mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing- masing. Bagi Ahmad Hassan, debat bisa menghasilkan sebuah kesepakatan bila tidak bermuatan kepentingan pribadi melainkan kembali kepada dasar al-Qur'an dan hadis. Tertutup, apabila masalahnya hanya bersifat pribadiyang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan orang banyak.

Polemis
            Metode ini dimanfaatkan olehnya dalam perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka di media massa. Hal ini kemudian ia tuangkan secara sistematis dalam buku yang berjudul: Islam dan Kebangsaan.

Sic et non. (tanya jawab/ dialog)
            Metode ini adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong obyek dakwah untuk menyatakan suatu masalah yang dirasa belum dimengerti dan da’i-nya sebagai penjawabnya.
            Metode ini bersifat dialogis. Ia gunakan dalam bentuk dialog atau tanya jawab, dan lazimnya ia gunakan ketika membahas masalah masail fiqhiyyah. Metode ini misalnya ia wujudkan dalam bentuk buku-bukunya antara lain: Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama, Bandung: CV.Diponegoro, 2003; At-Tauhid, Bandung: CV.Diponegoro,1987

Pendidikan.
            Konsep pendidikan A. Hassan bertujuan untuk mengeluarkan para  mubaliġ-mubaliġyang memiliki kemampuan belajar bahasa Arab, ilmu agama Islam dan ilmu umum seperti ilmu berhitung, geografi dan ilmu keduniaan yang menjadi bekal bagi para lulusan pesantren dalam mengembangkan pekerjaannya sebagai mubaliġ. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islām dalam al-Qur’an yakni manusia diciptakan tiada lain untuk beribadah Allah. Dan tujuan Persis mencetak kader yang akan mengajarkan masyarakat mengenai agama Islām dengan prinsip-prinsip al-Qur’ān dan Sunaħ agar menjadi khalifah yang selalu taat beribadah kepada Allah.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, A. Hassan mendirikan lembaga pendidikan Islām yang berbentuk pesantren dan diberi nama “Pesanteren Persatoean Islam Bandoeng” atau “Pesantren Besar” pada tahun 1963. Setelah berpindah ke Bangil ia mendirikan Pesantren Persatuan Islām Bangil di atas tanah pribadinya sendiri. Dan sampai saat ini, Pesantren Persatuan Islam Bandung menjadi ciri khas pesantren Persis di seluruh Indonesia. Bentuk-bentuk kelembagaannya bertingkat, dimulai dari tingkat dasar seperti Rauatul Afal, Haanatu Afal dan ibtidaiyaħ, tingkat menengah seperti Tsanawiyaħ dan tingkat tinggi seperti Mu’alimīn (sekolah guru) dan Perguruan tinggi seperti STAIP danSTKIP Persis[7].

            Dengan melihat tulisan-tulisan Ahmad Hassan, akan bisa menangkap apa yang sesungguhnya ia cita-citakan bagi masyarakat Indonesia. Ahmad Hassan dalam buku Islam dan Kebangsaan menginginkan agar umat Islam melaksanakan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dan semurni murninya, baik dalam tingkat individu, keluarga/masyarakat/dan negara. Pelaksanaannya harus didasarkan pada pemahaman yang benar menurut nas-nas Al-Qur'an dan Sunnah, serta pengingkaran semua hal yang berbau bid'ah dan khurafat. Untuk mencapai itu umat Islam harus melakukan ijtihad, atau sekurang-kurangnya ittiba, dan menjauhi taklid, suatu penyakityang menyebabkan kemunduran umat Islam. Kerangka berpikir di atas oleh A. Hassan disebut "mengikuti jejak salaf", jajaran generasi-yang terdekat baik secara waktu maupun ajaran dengan Nabi Muhammad saw[8].






















BAB III
Kesimpulan

            Dakwah yang dilakukan para pembaharu Islam Indonesia -yang pada pembahasan ini hanya 3 tokoh- yakni KH. Hasyim Asy’ari, Kh. Ahmad Dahlan dan Ahmad Hassan kita telah terasa manfaatnya bagi ummat islam hingga saat ini. Dakwah mereka tidak terpaku kepada satu metode saja. Tidak melulu mereka berdakwah dengan mengisi-mengisi ceramah di majlis-majlis ta’lim. Mereka menerbangkan sayap dakwahnya pada ranah pendidikan, mujadalah, kesenian dan sebagainya.
            Mereka memiliki kekhasannya tersendiri dalam menyebarkan dakwahnya. Namun cara yang mereka tempuh telah berhasil membuat Islam di negara Indonesia keluar dari jalan yang gelap-gulita kepada jalan yang terang-benderang.















DAFTAR ISI
Wildan, dadan. Yang Da’i yang Politikus. 1997.
            Bandung: PT Remaja Rosda Karya
-kyai-haji-hasyim-asyari-pendiri-Nu.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/7495/5/bab%204.pdf
https://www.google.com/search?q=metode+dakwah+ahmad+dahlan+pdf&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a&channel=fflb
http://insansalsabila.wordpress.com/2010/04/01/front-pembela-islam-cs-kekerasan-analisis-pendekatan-psikologi-agama-zakiah-daradjat/
http://eprints.walisongo.ac.id/422/4/Murtadlo_Tesis_Bab3.pdf


[1] -kyai-haji-hasyim-asyari-pendiri-Nu.pdf
[2] http://digilib.uinsby.ac.id/7495/5/bab%204.pdf
[3] http://digilib.uinsby.ac.id/7495/5/bab%204.pdf

[4] digital_124515_RB04P33p_Perkembangan Perguruan- Literatur.pdf
[6] http://mihrabia.blogspot.com/2010/12/ahmad-hassan-gerakan-tajdid.html

[7] http://repository.upi.edu/2542/8/S_IPAI_0900792_Chapter5.pdf
[8] jtptain-gdl-s1-2007-dewinovian-1752-1101174_-4.pdf